Pertanyaan:
Banyak orang ketika menjalin kesepakatan kerja mengatakan kepada orang yang hendak mempekerjakannya, “Upahnya terserah bapak saja.” Apa hukum kesepakatan kerja semacam ini?
Jawaban :
Syekh Muhammad bin Salih Al-Utsaimin menjawab, “Transaksi ijarah (mempekerjakan orang) seperti ini adalah transaksi yang tidak sah karena ketidakjelasan upah kerja. Padahal tujuan seseorang melamar pekerjaan adalah untuk memperoleh upah. Transaksi seperti ini dapat melahirkan masalah di akhir masa kerja, karena sering terjadi ketidaksepakatan upah. Pada saat upah diberikan oleh pihak yang mempekerjakan kepada pihak yang meninta kerja, pihak yang meminta kerja sering mengatakan, “Tolong ditambahi”. Ini menunjukkan adanya perselisihan antara pekerja dengan majikannya.
Betapa sering terjadi perselisihan gara-gara tidak jelasnya besaran upah di awal transaksi. Kemudian pekerja tidak mau menghargai atau bahkan menolak nominal upah yang ditetapkan oleh pihak majikan. Boleh jadi karena tidak ridha, pekerja pergi padahal belum menerima upah. Majikan pun kerepotan mencari dan bertanya-tanya tentang keberadaan pekerja dengan harapan dia bisa menemukannya lalu memberikan apa yang menjadi hak pekerja.
Oleh karena itu, dengan tegas kami katakan, tidak boleh seseorang itu bekerja di suatu tempat kecuali dengan kesepakatan nominal upah yang akan diterimanya. Lain halnya jika pekerjaan telah memiliki upah standar yang memang biasanya tidak tertulis di masyarakat. Dalam kondisi ini yang menjadi acuan adalah kesepakatan tidak tertulis yang telah dikenal di masyarakat mengenai besaran upah suatu pekerjaan tertentu.”
Sumber: http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=29627
Banyak orang ketika menjalin kesepakatan kerja mengatakan kepada orang yang hendak mempekerjakannya, “Upahnya terserah bapak saja.” Apa hukum kesepakatan kerja semacam ini?
Jawaban :
Syekh Muhammad bin Salih Al-Utsaimin menjawab, “Transaksi ijarah (mempekerjakan orang) seperti ini adalah transaksi yang tidak sah karena ketidakjelasan upah kerja. Padahal tujuan seseorang melamar pekerjaan adalah untuk memperoleh upah. Transaksi seperti ini dapat melahirkan masalah di akhir masa kerja, karena sering terjadi ketidaksepakatan upah. Pada saat upah diberikan oleh pihak yang mempekerjakan kepada pihak yang meninta kerja, pihak yang meminta kerja sering mengatakan, “Tolong ditambahi”. Ini menunjukkan adanya perselisihan antara pekerja dengan majikannya.
Betapa sering terjadi perselisihan gara-gara tidak jelasnya besaran upah di awal transaksi. Kemudian pekerja tidak mau menghargai atau bahkan menolak nominal upah yang ditetapkan oleh pihak majikan. Boleh jadi karena tidak ridha, pekerja pergi padahal belum menerima upah. Majikan pun kerepotan mencari dan bertanya-tanya tentang keberadaan pekerja dengan harapan dia bisa menemukannya lalu memberikan apa yang menjadi hak pekerja.
Oleh karena itu, dengan tegas kami katakan, tidak boleh seseorang itu bekerja di suatu tempat kecuali dengan kesepakatan nominal upah yang akan diterimanya. Lain halnya jika pekerjaan telah memiliki upah standar yang memang biasanya tidak tertulis di masyarakat. Dalam kondisi ini yang menjadi acuan adalah kesepakatan tidak tertulis yang telah dikenal di masyarakat mengenai besaran upah suatu pekerjaan tertentu.”
Sumber: http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=29627
Tidak ada komentar:
Posting Komentar